Allah menciptakan seks untuk manusia. Tapi Allah dengan tegas melarang kita untuk melakukannya di waktu yang salah dan dengan orang yang salah. Kapan waktu yang tepat itu? Setelah diberkati dalam pernikahan kudus di hadapan Tuhan. Bukan saat pacaran, kencan, atau tunangan sekalipun, bahkan satu hari sebelum menikah juga bukan. Siapa orang yang tepat itu? Suami atau istri dengan siapa kita mengikat janji pernikahan yang kudus di hadapan Tuhan. Bukan suami orang lain, istri orang lain, atau lajang lain di luar sana. Lalu pertanyaannya adalah, kenapa harus menunggu? Kenapa ga boleh melakukan apa yang kita anggap menyenangkan? Apakah Allah ga suka liat kita senang? Salah besar. Jawabannya adalah justru karena Allah begitu menyayangi kita. Ada 4 aspek yang ingin Tuhan lindungi:
1. Fisik
Coba bayangin, besok adalah hari Natal. Kado-kado udah siap di bawah pohon. Terus kita lagi ga sabar nih pengen tau kado kita apa. Akhirnya pas ga ada orang yang liat, kita diam-diam buka kado kita. Excited, pasti. Lalu kita bungkus lagi seperti sediakala. Besoknya, di saat semua orang lagi excited bukain kado mereka, apa yang kita rasakan? Rasa deg-degan dan girangnya kemana? Ga ada, udah ga menggetarkan dan menggairahkan lagi. Kertasnya sih bisa dibungkus, pitanya juga bisa diiket lagi. Tapi rasanya udah ga sama lagi, karena kita mendahului dari waktu yang seharusnya, dan ga sabar menunggu.
Perumpamaan ini sederhana tapi ngena banget ya? Sesuatu yang seharusnya menggembirakan kita, jadi biasa-biasa aja, bahkan menghancurkan kita. Keperawanan kita adalah hadiah yang berharga untuk suami kita. Allah ingin melindungi kita agar tidak kehilangan hal itu. Allah juga ingin melindungi kita dari penyakit menular seksual, yang dampaknya bukan cuma buat diri kita, tapi juga buat suami kita di masa depan, dan juga anak-anak kita. Terus Allah juga ingin melindungi kita dari kehamilan yang tidak diinginkan, yang bisa mengarahkan kita pada dosa lain yaitu aborsi, atau nanti membuang anak kita, atau pernikahan yang terpaksa, dsb dst. Dia juga ingin kita bebas dari kecanduan seks pra nikah. Seks itu sifatnya adiktif, sekali melakukan pasti pengen lagi, dan ga akan pernah puas. Allah ingin kita terhindar dari konsekuensi-konsekuensi negatif semacam itu.
2. Emosi
Allah dengan sangat rumit dan ahli menciptakan emosi wanita yang beda dengan pria. Emosi kita ga bisa lepas dari tubuh kita. Makanya waktu PMS nyambung ke emosi juga. Ketika kita melakukan hubungan seks, bukan cuma tubuh kita yang kebawa, tapi emosi juga turut serta. Allah ingin melindungi kita dari kehancuran ini, seperti rasa tertuduh. Kita jadi merasa kaya orang paling berdosa sedunia. Atau rasa kuatir, ada orang lain yang tau ga ya? Gimana kalo gw hamil? Dia mau tanggung jawab ga ya? Dia masih cinta gw ga ya? Nanti kalo putus gimana? Bahkan kalo akhirnya menikah pun, akan timbul rasa tidak aman seperti: Kalo pas sebelum nikah dia ga bisa ngontrol, apa dia bisa ngontrol dengan cewek lain? Dia masih cinta gw ga ya klo bukan karena badan gw? Kalo waktu itu gw hamil dia bakal tetep nikahin gw ga ya?
Allah ingin melindungi kita dari trauma-trauma emosi semacam ini. Tuhan memang bisa mengampuni dan memulihkan kita, tapi luka emosi butuh waktu untuk sembuh. Beban emosi itu bisa diperumit dengan emosi lain kaya penolakkan, kecurigaan, kepahitan, dan depresi. Allah yang menciptakan seks, dan Allah yang menciptakan kita. Dia paling tau gimana yang baik, gimana yang ga baik buat kita. Biarkan Bapa melindungi hati kita.
3. Relasi
Hubungan kita dengan pasangan, bukan cuma tentang kontak fisik aja. Sebagai wanita, pasti kita rindu untuk dikasihi luar dalam. Pasangan yang memilih untuk tetap murni secara fisik memberikan semua waktu mereka dan perhatian mereka yntuk mengenal satu sama lain pada tingkatan mental dan emosi yang lebih dalam. Begitu nafsu diperkenalkan ke dalam suatu hubungan, sulit bagi si pria untuk berhenti dan kembali dipuaskan hanya dengan mengembangkan persahabatan. Perhatian pria jadi teralihkan pada hal fisik. Padahal apa yang kita butuhkan, dan yang Allah inginkan adalah pria dan wanita menikmati kasih yang sesungguhnya, bukan hanya hubungan seksual.
Lalu pikirkan juga hubungan dengan anak-anak kita di masa depan. Kita mau jawab apa pas mereka tanya,”Bagaimana ayah dan ibu menunggu?” Nah loh. Gimana kita mo ajarin mereka untuk jaga kekudusan kalo kita ga memberi teladan dalam hal kemurnian?
Belum lagi kalo ternyata pria yang kita nikahin bukan pria yang buka hadiah kita pertama kali. Kenangan tentang pria itu bisa muncul di pernikahan kita. Kita bisa membanding-bandingkan dan jadi tidak puas. Gimana juga cara kita ngaku ke calon suami kita kalo kita udah kasih hadiah berharga kita ke orang lain? Sebaliknya, coba bayangin sukacita kita kalo bisa bilang ke calon suami kita, “Ini diriku, bersih dan murni, secara emosi maupun fisik, tidak ada yang pernah menyentuh harta kekasihku. Aku telah menjaga diriku bagimu.” Hehe.
4. Rohani
Waktu melakukan dosa seksual, rasanya ada suatu penghalang yang besar antara kita dan Allah. penghalang itu adalah rasa tertuduh. Rasa bersalah dapat membuat kita bertobat, atau malah membuat kita menjauh dari Allah. Perasaan ga layak, kotor, menjijikan, membuat kita ga berani menghadap Allah dan terus berkubang dalam lubang tersebut.
Ga cuma itu, rasanya sulit buat kesaksian tentang Yesus kalo orang tau apa yang kita lakukan. Gimana kita mau cerita tentang kekudusan kalo orang tau kita melanggarnya? Gimana kita bisa berbagi tentang Yesus kalo kita penganut seks bebas? Pasti akan lebih susah buat kita dan juga buat orang lain.
It's worth the wait, isn't it? Betapa Allah mengasihi kita dan Dia telah memikirkan semuanya yang terbaik untuk kita.
Oh ya gw dapet kalimat yang keren abis buat para pria, "If you wouldn't make her your wife, don't make her a mother." Hehe.
Lalu bagaimana cara menjaga kemurnian? Baca Purity: How to Guard Ourselves?
Sumber: Buku Lady in Waiting Bab 6, bagian dari tulisan tentang Wanita yang Murni.
It's worth the wait, isn't it? Betapa Allah mengasihi kita dan Dia telah memikirkan semuanya yang terbaik untuk kita.
Oh ya gw dapet kalimat yang keren abis buat para pria, "If you wouldn't make her your wife, don't make her a mother." Hehe.
Lalu bagaimana cara menjaga kemurnian? Baca Purity: How to Guard Ourselves?
Sumber: Buku Lady in Waiting Bab 6, bagian dari tulisan tentang Wanita yang Murni.
No comments:
Post a Comment