Pages

Thursday, January 03, 2013

WANITA YANG BERIMAN

Aloha! Hari ini kita mempelajari lebih lanjut Bab 3 buku Lady in Waiting. Sebelumnya kita udah belajar tentang bagaimana menggunakan waktu lajang kita dengan menjadi wanita yang rajin di Bab 2. Mari kita mulai!

Pernah ga denger penelitian yang isinya tentang jumlah perempuan di seluruh dunia ini lebih banyak dari jumlah laki-laki? Haha, pernah ga terbersit pemikiran "Kalo jumlah perempuan lebih banyak berarti tar ada yang ga dapet pasangan donk?" Gw pernah lho mengajukan pertanyaan kaya gini ke mama rohani:

"Mam, kalo jumlah cewek yang cinta Yesus di dunia ini 
lebih banyak dari cowok yang cinta Yesus, nanti ada cewek yang ga kebagian donk?"

Hiahaha. Dudulnya gw, emang Tuhan tak bisa berhitung sampe gw harus musingin hal begituan? Itu sangat menunjukkan keraguan gw sama Tuhan dan betapa tidak berimannya! Hehe.

Mungkin sekarang kita lagi berada di lingkungan yang menurut kita tak ada calon pasangan berprospek, atau kita ada di area yang jumlah perempuannya berbanding timpang dengan jumlah laki-laki? Terus kita jadi ketar-ketir, mikirnya kalo gini terus bisa-bisa ga dapet-dapet nih. Kayanya harus "keluar" dan mencari di luar sana deh, dimana ada lebih banyak pria. Misalnya di gereja lebih banyak kaum hawa-nya, terus kita milih pindah gereja yang lebih banyak kaum adam supaya peluang lebih besar? Padahal kita kan ke gereja buat Yesus ya hehe.


Seringkali pikiran kita dikuasai keterbatasan dan ketidakmungkinan. Ada satu cerita tentang seorang wanita yang berasal dari kota kecil. Di kota itu lebih banyakan ternak daripada orang. Terus dia pergilah kuliah ke universitas Kristen besar di kota lain, dengan harapan disana akan bertemu tambatan hatinya. Eh ternyata di sana ga dapet. Setelah itu ayahnya ngundang dia untuk nonton tim baseball gereja, dan di kampung halamannya itulah dia bertemu dengan pria yang tepat. 

Kalo dilihat pake logika, pasti kita mikirnya dia akan bertemu pria yang tepat di universitas Kristen donk, bayangin, mahasiswanya aja ribuan. Tapi ternyata, lebih penting bagi kita buat melihat dengan mata iman. Contoh lainnya lagi adalah Naomi, beserta dua menantunya Rut dan Orpa yang ditinggalkan oleh suami-suami mereka. Pada saat Naomi memutuskan untuk meninggalkan Moab dan kembali ke kampung halamannya di Betlehem, dia meminta menantunya untuk kembali ke keluarga mereka untuk mencari suami lagi. Kalo di liat pake logika, emang lebih bener kalo mereka balik karena prospeknya lebih besar. Betul? Orpa memiliki pandangan masuk akal tentang masa depannya, dan kembalilah dia ke mana "ada para lelaki".  Pilihan itu emang logis dan ga perlu iman sekecil apapun.

Seringkali para wanita lajang juga sama, dan itu logis. Kita menghabiskan lebih banyak waktu di lokasi yang sama seperti yang dipilih Orpa, karena disitu terlihat harapan. Mungkin kita lebih suka aktif di gereja yang jumlah pria-nya banyak atau paling tidak seimbang, daripada di gereja yang isinya wanita semua. Mungkin lebih berprospek kalo pelayanan dengan pria-pria lajang daripada pasangan suami-istri. Nah, apakah lebih baik percaya pada logika atau iman kita?

Ketika kita milih untuk ngambil jalan Orpa, seringkali kita jadi membuat "perjumpaan yang tidak direncanakan" dengan pria incaran kita. Tiba-tiba kita jadi berkeliaran di tempat pria itu biasanya nongkrong, supaya dia bisa melihat kita. Mungkin kita jadi ikut paduan suara di gereja dengan harapan lebih "terlihat" oleh pria-pria berprospek. Padahal, jika Tuhan ingin memberi kita seorang pria, Ia tidak memerlukan usaha pandai kita untuk membuat "perjumpaan yang tidak direncanakan". Ini tidak berarti menganjurkan kita untuk menghindari pria sepenuhnya dan berharap Tuhan akan mengejutkan kita dengan pilihan-Nya berdiri di depan pintu. Kita perlu berpartisipasi dalam aktifitas yang melibatkan pria dan wanita, tetapi pekalah terhadap motivasi kita setiap kali kita berada di hadapan pria yang belum memiliki pasangan. 

Misalnya nih, sebelum datang ke acara gereja, persiapan fisik kita lebih banyak daripada persiapan hati kita. Begitu banyak wanita yang begitu terobsesi menemukan pria sehingga ia fokus pada fisik dan melupakan manusia batiniahnya. Karena logikanya kan, kalo ingin bertemua pria yang tepat, ya kita harus "hunting" di tempat yang banyak pria-nya, dan fisik kita harus terlihat semenarik mungkin supaya dilirik. Gimana kalo kita mengesampingkan logika tersebut dan meneladani iman yang dimiliki Rut?

Pada saat Rut memilih untuk ikut mertuanya, Naomi, ke Betlehem, berarti dia udah memperhitungkan kemungkinan tetap melajang donk. Tapi dia memilih untuk percaya pada Allah mengenai masa depannya. Seperti kata Ibrani 11:1, iman itu percaya walaupun belum melihat, dan seperti itulah kita para wanita lajang seharusnya meletakkan pengharapan kita pada Allah. Dan voila! Tuhan yang kita kenal sebagai penulis kisah cinta yang romantis, Dia jugalah yang menulis kisah cinta Rut dan Boas. Coba kalo Rut lebih memilih ngikutin logikanya dan balik ke Moab, dia ga akan pernah bertemu suami yang begitu takut Tuhan seperti Boas. By the way, nama Boas artinya "pilar kekuatan". Hehe WOW.

Jadi kesimpulannya, jika Yesus ingin kita menikah, Ia akan memfasilitasi perjumpaan itu. Kita tidak perlu takut akan apapun kecuali kita menghalangi jalan-Nya dan mencoba menulis naskah kita sendiri, bukannya mengikutinya. Lalu bagaimana? Kemana kita sekarang? Tetap mau pindah ke area yang lebih berprospek? Atau justru kita mencari gereja yang paling sedikit prianya karena berharap dipertemukan dengan Boas secara ajaib disana? Jawabannya cuma satu, setialah di mana Tuhan tempatkan, lakukan semua dengan hikmat. Yang penting adalah periksa motivasi. Kita ada disana untuk apa? Tujuan kita apa? Sebabnya apa? Untuk Tuhan atau untuk memenuhi keinginan kita sendiri? 

Lagipula, keadaan sekeliling dan lokasi geografis kita tidaklah mengancam tujuan dan kehendak Allah. Sama seperti Allah membawa Hawa kepada Adam, Ribka pada Ishak, Rut pada Boas, Dia satu hari kelak akan membawa pria yang tepat pada kita jika kita memang akan menikah. Bahkan kalo wanitanya di ujung utara dan prianya di ujung selatan bumi ini, Tuhan akan persatukan kalo emang itu kehendak-Nya.

Ada satu cerita yang sangat menarik dari seorang wanita bernama Vivian. Jadi Vivian ini akan pelayanan ke Kenya, tapi sebelum berangkat dia ikut Pendalaman Alkitab dan bertemu seorang pria Kristen bernama David. Seandainya aja Vivian ga harus berangkat ke Kenya dalam minggu itu, pasti mereka bisa berkenalan lebih lanjut. Agak bikin frustrasi juga ya, bertemu dengan pria yang baik tepat sebelum mengitari setengah dunia. Tapi Vivian tetap mengikuti Tuhan ke Afrika dengan mata imannya. Emang naskah yang ditulis Tuhan luar biasa, di pertengahan datanglah sekelompok tim konstruksi dari Amerika di tempatnya mengajar. Coba tebak siapa anggota tim tersebut? Yap, David! Mereka bukan cuma berkenalan, mereka juga menikah disana. Sama seperti Tuhan Yesus membawa David pada Vivian, Yesus dapat membawa pasangan hidup kita dimanapun kita tinggal

Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Duduk diam menunggu bel berbunyi karena Tuhan akan mengantarnya sampai depan pintu? Tentu tidak. Hehe. Balik lagi ke yang telah kita pelajari di Bab 2, mengisi waktu dengan memuliakan Allah, sebagaimana tujuan hidup kita. Kita akan belajar lebih banyak lagi di Bab 4 nanti. 

"Rangkullah malam-malam tanpa kencan dan, dengan iman, beristirahatlah dalam kesetiaan-Nya."


No comments:

Post a Comment